Diary Ramadhan: Edisi tanggal 10 Ramadhan 1430 H

Oleh: Eka Amhalia

Beberapa waktu lalu saya singgah di website salah seorang kawan lama. Di salah satu artikelnya kawan saya bercerita betapa cinta sebenarnya adalah sebuah pekerjaan berat yang hanya mampu diemban oleh orang-orang kuat. Tulisan kawan saya itu menggugah perasaan dan logika berpikir saya. Saya pun terus membaca artikel kawan saya itu sampai akhir. Lewat tulisannya itu kawan saya berpendapat bahwa ketika kita mencintai seseorang maka seharusnya cinta tidak hanya melibatkan emosi sebagai salah satu bagian dari eksisitensi cinta itu sendiri, tetapi bagaimanapun juga, seharusnya ketika dua orang saling mencintai maka mereka harus dapat mensinergikan cintanya tersebut menjadi sebuah kekuatan untuk mencintai sesuatu yang lebih besar yakni cinta kepada Illahi dan Rasulullah SAW, selain itu cinta pun selayaknya mampu mendewasakan akal dua orang yang saling mencintai, saling membiarkan keduanya berkembang ke arah yang lebih baik, saling menguatkan dan menyempurnakan bentuk keduanya, saling mengikhlaskan satu sama lain, dan cinta pun selayaknya menghimpun para pecintanya di dalam sebuah madrasah cinta: saling belajar dan memberi pelajaran, saling mengayomi dan mengembangkan. Hmmm…saya sempat tertegun dan berpikir bahwa benar cinta memang bukan pekerjaan yang mudah dilakukan.

Cinta bagi saya pribadi memang merupakan subjek yang selalu menarik untuk saya bagi, saya ceritakan, dan saya diskusikan dengan orang-orang di sekeliling saya. Sangat menarik ketika saya mengetahui bagaimana orang-orang di sekeliling saya menilai dan menimbang cinta. Bagaimana ketika seorang teman saya, katakanlah mas X menolak bercerita lebih jauh tentang cinta karena baginya cinta itu tak ada, yang ada hanya kesempatan untuk senantiasa berbagi dan berbuat baik pada sesama. Lalu bagaimana cinta mas pada orang tua, atau keluarga dan teman-teman? tanya saya. Mas X pun berkata itu cinta yang lain. Lalu saya pun berkata pada diri saya sendiri bukankah cinta adalah sebuah integritas? Sebagai seorang muslim saya percaya bahwa cinta adalah sebuah fitrah yang diberikan Illahi kepada setiap manusia yang kemudian terdefragmentasikan menjadi cinta kepada Illahi Rab yang porsinya terbesar, cinta pada Rasulullah dan para sahabatnya, cinta kepada orang tua dan keluarga dan tentunya yang tidak dapat dipungkiri adalah cinta dan kesukaan terhadap lawan jenis. Hanya saja seringkali para pencinta seringkali menjabarkan cinta yang terakhir saya sebutkan lebih kepada perasaan atau emosi yang meluap-luap sehingga seringkali mengabaikan komponen cinta lainnya yang seharusnya senantiasa dijaga keseimbangannya. Ketika misalnya kita mencintai pasangan hidup kita seringkali kita juga kehilangan komposisi diri kita, atas nama cinta kita seringkali meleburkan kepribadian kita untuk misalnya menyenangkan hati orang yang kita cintai. Yep..cinta memang selayaknya membuat para pecintanya bergerak ke arah yang lebih baik, namun tidak berarti membinasakan karakter pribadi yang telah terpupuk. Cinta pun selayaknya bisa membuat para pecintanya saling memberikan kesempatan untuk berkembang ke arah yang lebih baik, namun tak jarang karena merasa saling memiliki kita pun seringkali mengikat pasangan hidup kita sehingga menyulitkannya untuk berkembang menjadi bentuk yang lebih sempurna dan yang lebih membuat saya prihatin atas nama cinta pun seringkali kekerasan fisik maupun mental tak jarang kita lakukan.

Lalu saya masih ingat pendapat seorang sahabat saya mas Y katakanlah. Cinta itu kalau kita ibaratkan seperti lingkaran yang terbagi-bagi (saya lalu mengasosiasikan lingkaran itu dengan lingkaran yang sering saya lihat pada paparan statistika). Kenapa lingkaran? karena itulah bentuk yang tak pernah berakhir..karena seperti itulah cinta. Proporsi terbesar adalah cinta untuk Allah, kemudian cinta pada Rasulullah dan para sahabatnya, lalu cinta pada keluarga, cinta pada sahabat dan lingkungan dan yang terakhir tentunya cinta pada pasangan hidup kita. Nah jika salah satu cinta, misalnya cinta pada pasangan, porsinya membesar maka konsekwensinya cinta pada komponen lain pun akan berkurang..Nah kewajiban kita adalah menjaga kesemuanya tetap menjadi seimbang Ka, karena semua komponen itu adalah sebuah kesatuan. Paparan yang sangat rasional sekaligus bijaksana mas:-)

Lalu saya juga teringat mas Z, kawan lama saya..Cinta itu ternyata kata kerja Ka dan aku baru menyadarinya sekarang ketika aku mengalami sendiri pasang surut dalam kehidupan cintaku. Kamu tau kan bagaimana ceritaku? Ketika cinta itu habis dan kebencian merasukiku manakala kekasihku mengabaikan aku, ternyata hal terbaik yang bisa akau lakukan adalah dengan memberikan cinta itu sendiri..hmmmm, rumusan yang cukup sulit saya mengerti, tapi toh cukup bijaksana.

Saya pun ingat teman karib saya ketika menuntut ilmu di Belanda. Sebagai sesama orang Asia, kami cukup bisa memahami satu sama lain. Mba A, katakanlah begitu, mengatakan: Cinta itu kompleks Ka. Terlalu sulit untuk kita pahami, tapi toh ketika kamu menjalaninya kamu pasti akan semakin bersyukur. Sebelumnya saya tak pernah bisa membayangkan bagaimana mungkin saya bisa menikah dengan suami saya sekarang. We’re totally different, berbeda kebangsaan dan juga tempat tinggal. Tapi toh nyatanya, setelah melewati masa yang sulit kami bisa menyatukan cinta kami.hmmm…

Teman saya yang lainnya, Mba B, misalnya berkata pada saya “…turbulensi waktu pasti suatu waktu akan membawamu pada seseorang yang tepat Ka…kepada seseorang yang memang menjadi setengah bagian darimu. Percayalah someday you’ll find him”
Insyaallah Mba…:-)

Dan seorang kawan saya yang lainnya juga bercerita bahwa laki-laki dan perempuan sebenarnya dulu adalah sebuah kesatuan bulat yang diibaratkan sebagai bola bumi yang kemudian karena tekanan tata surya akhirnya terbagi dua..nah melalui revolusi waktu, ke dua bentuk yang terpisah ini pun mencari bentuknya yang lain. Nah ketika dia bisa menemukan separuh dirinya yang lain, maka mereka pun menjadi satu kesatuan utuh seperti semula…seperti itulah cinta menyatukan manusia.

Hmm..cinta..cintaa…

Spread the love