Oleh: Rai Hasbiya

Pada hari jumat, 24 November 2017 deGromiest mendapat kesempatan bersilaturahim ke SGB (Stichting Generasi Baru) Utrecht. SGB Utrecht sendiri merupakan sebuah yayasan muslim warga Indonesia yang berada di Utrecht. Lain halnya dengan deGromiest, SGB Utrecht  merupakan sebuah yayasan atau stichting yang telah berbadan hukum resmi.  Selain sebagai ajang penyambung tali silaturahim, kunjungan kali ini juga bertujuan untuk belajar tentang bagaimana awal mula pembentukan sebuah stichting secara resmi di Belanda seperti yang SGB telah lakukan. Di samping itu, Jumat pekan lalu dipilih menjadi waktu berkunjung karena juga bertepatan dengan jadwal pengajian dua minggu sekali yang diselenggarakan oleh yayasan tersebut.

Berangkat dari Groningen sekitar pukul setengah empat sore, saya , Mas Khairul, Mas Latif, dan Mas Joko menempuh dua jam perjalanan menggunakan kereta menuju Utrecht. Sesampai di Utrecht Central Station kami langsung bergegas menuju alamat dari SGB Utrecht yang terletak di jalan De Bazelstraat 31. Sampai di lokasi, kami disambut dengan hangat oleh Mas Pardi selaku ketua SGB Utrecht.
Bangunan yang kami singgahi merupakan masjid sementara mengingat sekarang SGB sedang melakukan penggalangan dana untuk mendirikan masjid. Masjid yang sekarang ini memegang peran sentral aktivitas muslim Indonesia di Utrecht. Selain tempat sholat bangunan ini juga merupakan pusat aktivitas kegamaan lain seperti pengajian, TPA, ataupun kajian lainnya.
Setelah selesai sholat Maghrib dan Isya’ berjamaah kami dipersilahkan untuk mengambil makan malam dan menikmati hidangan bersama dengan jamaah lain. Sembari menikmati santap malam, diskusi mengenai bagaimana pemebentukan stichting pun dimulai. Mas Pardi menjelaskan bagaimana dulu pada tahun 2008 SGB resmi menjadi sebuah yayasan resmi. Kesimpulan yang dapat saya ambil, untuk bisa mejadi sebuah yayasan resmi atau stichting, dalam pembuatan akta di depan notaris harus menggunakan atas nama minimal tiga orang yang menetap lama di Belanda. Hal ini sangatlah mendukung bagi SGB Utrecht karena memang banyak yang menetap dan bekerja di sana sejak lama.
Acara dilanjutkan dengan pengajian  Ikhwan Imamul Muttaqin yang dimulai pada pukul  20:00. Pengajian ini sangatlah menarik, selain karena membahas isu kontemporer tentang bagaimana perkembangan Islamic worldview di dunia barat yang lebih spesifik pada bidang medis, materi dibawakan oleh seorang muslim Belanda yang sangat fasih berbahasa Indonesia. Beliau adalah Ustadz George, kandidat PhD dari University of Amsterdam. Beliau juga merupakan lulusan dari Islamic University of Rotterdam. Oleh karena itu beliau juga sangatlah fasih membaca tulisan arab gundul yang membuat saya pribadi terkagum-kagum. Materi kali ini membahas tentang definisi kematian  dan juga euthanasia menurut cara pandang islam dan barat. Diskusi berlangsung seru mengingat jamaah yang hadir kebanyakan merupakan praktisi bidang medis yang bekerja di Utrecht dan ditambah pula dengan kehadiran Mas Khairul yang merupakan dokter dan juga  mahasiswa PhD dengan bidang yang kurang lebih sama.
Tak terasa waktu menunjukan pukul 22:00 kami pun yang sedari awal berniat untuk tidak menginap pamit undur diri. Kami diantar oleh salah satu jamaah, yaitu mas Andi menggunakan mobilnya ke Utrecht Central Station. Sepanjang perjalanan beliau bercerita bagaimana perkembangan Islam di kota ini sejak tahun 2001 saat beliau datang. Satu hal yang membuat kami terkejut adalah ternyata Utrecht merupakan salah satu kota dengan penduduk muslim terbanyak di Belanda. Total terdapat 35 masjid yang tersebar di seluruh penjuru kota. Bahkan beberapa masjid diijinkan mengeraskan suara adzan layaknya di negara mayoritas berpenduduk muslim.
Kunjungan di Utrecht kami akhiri dengan agak terburu-buru mengejar jadwal keberangkatan kereta. Kami berlarian di tengah keramaian dan besarnya Utrecht Central Station. Alhamdulillah, jadwal keberangkatan kereta pukul 22:48 masih terkejar. Di perjalanan kami masih berdiskusi terkait materi kajian tadi dan juga tak ketinggalan bagaimana tindak lanjut  yang akan deGromiest tempuh untuk menjadi sebuah yayasan berbadan hukum resmi dan mewujudkan mimpi untuk mempunyai masjid sendiri.  Dengan banyaknya ilmu dan pengalaman yang kami bawa pulang, diharpkan di waktu mendatang kegiatan seperti ini dapat sering dilakukan sebagai sarana silaturahim dan belajar sekaligus meningkatkan ukhuwah diantara sesama muslim Indonesia di Belanda.

Spread the love