Diskusi ini berasal dari ceramah umum yang diberikan Gus Dur di desa Sukadadi pada hari Rabu, 6-April-2005. Pada intinya Gus Dur berpendapat bahwa Tuhan tidak perlu ditolong, karena Dia berkuasa atas segalanya �Innahu �ala kulli syai�in qadir”. Karenanya, menurut Gus Dur, Tuhan cukup kita ingat kebesaran-Nya. �Itu sudah cukup.� Ulasan selengkapnya bisa dibaca di Gusdur.net.

Adapun rangkuman diskusi yang terjadi di mailing list adalah sebagai berikut:
Saudara Farhat M. Mahfud berpendapat sebagai berikut di bawah ini:
Assalamu alikum Wr Wb.,
Hahaha….Betul sekali pendapat beliau. Artikel yg menarik Cak Fu.
Seperti apa yang saya pelajari, apa bila tidak ada perbedaan, semua
(alam semesta) akan stagnan.
1. Tidak ada beda Temperatur: maka tidak akan ada panas dan dingin,
2. Tidak ada beda konsentrasi: maka tidak ada banyak dan sedikit,
3. Tidak ada beda Tekanan: maka tidak ada air/udara mengalir,
4. Tidak ada beda jenis kelamin: tidak ada regenerasi manusia/hewan,
5. dst…
Hehe…Mungkin bukan ini yang dimaksud tapi kok saya melihat ada
kemiripan ya…
Subhanallah….Allahu Akbar!!
Wassalam wr. wb.,

Moderator ikutan nimbrung :
Artikel yang sangat bagus. Betul sekali apa yang dikatakan oleh Gus Dur. Bahwa Tuhan tidak perlu
ditolong, dan yang menolong Tuhan itu adalah orang yang Gendheng alias gila.

Kita ini siapa sih? Kita harus sadar bahwa kita ini hanyalah manusia saja. Titik. Kita bukan Tuhan dan
kita tidak bisa apa-apa selain ditolong oleh Tuhan. Ada yang bilang saya itu cantik, lho, cantiknya itu
memang karena diberi oleh Tuhan. Ada yang bilang saya itu pintar, lho, pintarnya itu memang karena diberi oleh Tuhan. Kita sendiri apakah bisa membuat cantik dan pintar? Tidak.

Silakan diberi komentar atau sekadar curhat saja. Semoga jadi bahan renungan bagi anggota degromiest
semuanya.

Salam,
Moderator.

Mas Amal kemudian menimpali:
Yang sering menjadi salah paham dan menjadi debat kusir: secara sepintas dan hanya dilihat dari teksnya, seolah-olah “tidak mau menolong Tuhan” itu berarti kita hanya berdiam diri dan tidak memedulikan dunia. Atau dalam term “religius”: mengabaikan kewajiban berdakwah.

Padahal keduanya menggunakan ungkapan yang berbeda, yang pertama “menolong Tuhan”, yang kedua “menjadi khalifah di muka bumi.”

Dalam salah satu pendekatan kaum pengelana kesejatian, doa kita memang “tidak menolong siapapun”, termasuk tidak menolong diri kita sendiri. Kita selamat semata-mata karena kemurahan Allah. Jika dalam prakteknya kita harus tetap berdoa dan berupaya, hal itu sebenarnya hanya meneruskan karunia Allah berupa harapan dan motivasi yang diberikan kepada manusia.

Moderator kembali berbicara:
Jangan lupa bahwa sifat Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dan sifat pengasih dan penyayangNya
ini jauh lebih besar daripada sifat pemarah dan penghukumNya. Karena kalau kita hanya mengharapkan
kemurahan hati Allah saja tanpa ada hasil dari upaya dan do’a bisa-bisa membuat umat manusia menjadi
skeptis dan berputus asa. Itu yang tidak boleh dan mudah-mudahan tidak terjadi pada kita semua.

Mas amal kembali menimpali:
Bagi pengelana dunia kesejatian: kemurahan Allah saja sudah cukup. Serius. Memang tinjauannya sedikit berbeda, oleh karena itu harus hati-hati memahaminya.

Moderator kembali berkata:
Saya mengerti. Memang betul kemurahan Allah saja yang kita harapkan dan yang bisa menyelamatkan kita. Namun hati-hati pula dalam menyampaikan agar jangan sampai di-salah mengerti-kan oleh kaum manusia. Saya pun serius disini.

Cak Fu ikutan nimbrung:
Tema ini pada dasarnya sangat berhubungan dg pergulatan spiritualitas (batin) seseorang yang sangat
dipengaruhi oleh pengalaman ruhani masing-masing individu. Makanya sulit untuk dicari ujung sambungnya,
karena masing-masing individu punya perspektif yang berbeda. Ini saya lebih serius dari anda :<

Moderator kembali ngomong:
Ini memang bukan satu pihak mencoba mematahkan argumen pihak lainnya. Ini juga bukan persengketaan. Ini hanya saling mengingatkan saja. Bahwa untuk “ilmu-ilmu” tingkat tinggi seperti ini mbo ya dijelaskan dan
disampaikan dengan hati-hati agar para pembacanya tidak salah mengerti dan mengartikannya. Perlu diberi
pula penjelasan-penjelasan agar menjadi jelas apa maksudnya. Apabila hanya dikatakan bahwa usaha dan
do’a kita sia-sia saja di dunia ini dan kita hanya bisa masuk surga dari kemurahan hati Tuhan saja itu
pun tidak bijaksana menurutku. Tapi kalo diberi penjelasan bahwa do’a yang kita panjatkan akan selalu
didengar dan dikabulkan oleh Tuhan, itu akan memberikan semangat beribadah yang tinggi.

So, it’s not finish yet. Still open for the discussion. Monggo.

Mas Nandang nda mau kalah dan ikutan juga nimbrung:
Mengenai kemuhan allah, saya teringat cerita seorang sahabat pada zaman nabi, pada saat itu dia memarkir
kuda di halaman mesjid tanpa mengikatnya, kemudian nabi bertanya ” kenapa engkau tidak mengikat kudamu
wahai sahabatku”, kemudian sahabat itu menjawab'” aku berpasrah diri kepada allah ” nabi menjawab ” ikat dulu kudamu, baru kamu berpasrah diri ”

Dari cerita itu kita dapat mengambil pelajaran bahwa kepasrahan kepada allah adalah dilakukan setelah kita berusaha secara maksimal. Allah memang tidak menuntut kita untuk selalu berhasil dalam melakukan sesuatu hal, tapi yang dinilai adalah usaha kita dalam mencapai hal itu. urusan berhasil atau tidak,itu Allah yang menentukan, kita hanya bisa berusaha dan berdo’a.

Terkadang sesuatu yang dianggap baik menurut pikiran kita belum tentu sama dengan yang dikehendaki allah. Saya sendiri sudah banyak mengalami hal tersebut, kl mengikuti kehendak dan pikiran kita bila kita gagal dalam melakukan sesuatu / tertimpa bencana seolah2 merasa bahwa allah telah berlaku tidak adil/ kejam terhadap kita, tetapi bila kita berpasrah diri dan khusnudzon (baik sangka) allah, maka allah akan memberikan hal yang lebih baik dari pada apa yang kita harapkan.

Moderator mencoba merangkum hasil diskusi dan mengambil kesimpulan sementara:
Sangat tepat apa yang saudara Nandang kemukakan disini. Memang sebelum kita berpasrah diri kepada
Allah, sebelumnya kita pun harus usaha dulu. Tanpa ada usaha dan do’a apa gunanya kita ada di dunia ini?
Tidur saja atuh sampe nunggu kiamat? Malah kita tidak bisa tidur saja karena mata akan jadi sembab dan kita pun butuh makan. Makan saja pun tidak bisa karena kita butuh beol. Dan seterusnya dan seterusnya. Dan ujung-ujungnya untuk hidup di dunia ini kita perlu duit. Dan untuk cari duit kita perlu bekerja.

Jadi kalau saya boleh ambil kesimpulan sementara dari diskusi ini, kita tetap harus bekerja semaksimal
mungkin dengan diiringi oleh do’a baru kemudian kita pasrahkan semuanya itu kepada Allah swt dengan harapan usaha dan do’a kita sampai ke hadirat-Nya dan mendapat rido-Nya. Jangan lupa bahwa niat kita pun harus ikhlas, ini yang menjadi sarat akan diterimanya usaha dan do’a kita oleh Tuhan.

Bagaimana hadirin hadirot yang terhormat? Masih ada yang mau memberikan komentarnya, tanggapannya, atau
pun sanggahannya? Silakan.

Spread the love