Ismail Fahmi

Dalam setiap perdebatan di milis-milis yang saya ikuti, ada sebuah pertanyaan populer yang tidak pernah absen ketika UU Pornografi dijadikan topik pembahasan. Pertanyaan itu adalah:

Apakah kita benar-benar perlu UU khusus untuk pornografi?

Pertanyaan lanjutannya yang memperjelas pertanyaan utama di atas antara lain: Bukankah sudah ada KUHP dan juga mungkin undang-undang atau peraturan lain yang bisa dipakai untuk mengatasi masalah pornografi? Bukahkan masalah kita saat ini ada di penegakan hukum yang lemah? Polisi, hakim, dan jaksa yang bisa disogok?

Saya pikir, betul juga pertanyaan itu. Dan berhubung saya bukan seorang ahli hukum, saya tidak bisa mengkonfirmasi apakah memang benar KUHP atau perundang-undangan yang ada saat ini sebenarnya sudah cukup.

Tadi malam ada diskusi di Groningen (di rumah Mas Chalid), yang menghadirkan Pak Hilman Rosyad, mantan anggota Pansus RUU Pornografi, yang kebetulan sedang ke Belanda atas undangan dan biaya sebuah komunitas Indonesia di Belanda untuk acara halal-bi-halal. Saya sempat rekam diskusi yang berlangsung dari jam 8 hingga 10.30 malam itu.

Di postingan ini secara khusus saya cuplik penjelasan beliau tentang perlunya UU khusus pornografi, yang ditinjau dari sisi hukum dan kondisi di lapangan. Singkatnya, secara hukum, UU yang ada masih lemah untuk menjerat produsen dan penyebar pornografi. Dan dalam kenyataanya, di Indonesia industri pornografi berkembang sangat pesat dan kuat. Dengan biaya yang sangat besar mereka bisa menyebarkan dagangan pornografi lewat segala penjuru (film, komik, sinetron, dll) secara sistematis. Dan yang terparah, mereka tak tersentuh hukum.

Download:

  • Mengapa kita perlu UU pornografi? [Download MP3]
  • Ultimate target: industri pornografi. Bagaimana mereka menyebarkan pornografi? [ Download MP3 ]

Play online:

Rekaman versi lengkapnya bisa didownload dari Radio Minaara di sini:

Spread the love