Diary Ramadhan: Edisi tanggal 1 ramadhan 1430 H

oleh : Teguh Sugihartono

 

 

Hidup adalah sebuah perjalanan. Setidaknya begitulah yang aku rasakan. Perjalanan ini akan menuju suatu tempat. Kita semua sedang berjalan menjalani jalannya kehidupan, menuju suatu tempat. Adapun jalan yang kita lalui berbeda-beda. Ada yang berjalan lewat jalan tol, ada yang berjalan lewat kubangan. Ada yang lewat rel kereta api, ada yang lewat udara. Masing-masing orang memilih jalannya masing-masing. Berat ringannya perjalanan tergantung dari jalan yang kita pilih dan beban yang kita bawa.

 

Di dalam perjalanan ini ada dua kategori orang. Ada orang yang membawa beban yang sangat berat di pundaknya. Ada orang yang merasa beban yang dibawanya bukanlah bebannya. Orang yang berada di dalam kategori pertama akan merasa berat dan letih dalam perjalanannya. Sedangkan orang yang berada dalam kategori kedua akan merasa ringan, karena dia merasa bukan pembawa beban.

 

Beban yang dimaksud penulis adalah barang-barang yang kita anggap sebagai milik kita, baik barang-barang yang bersifat konkrit (terlihat) maupun barang-barang yang bersifat psikis (tidak terlihat). Barang-barang yang bersifat konkrit bisa kita kategorikan seperti sekolahku, pekerjaanku, karirku, hartaku, anak istri/suami-ku, mobilku, rumahku, agamaku dan semua yang kumiliki. Barang-barang yang besifat psikis bisa termasuk di dalamnya mengakui sifat-sifat/kepribadian seperti milik pribadi seperti aku yang baik, aku yang ramah, aku yang pintar, aku yang murah hati, aku yang kuat dan tegar, aku yang murah senyum, aku yang soleh, aku yang taat beragama dan lain sebagainya.

 

Namun, siapa aku ini sebenarnya? Apakah aku yang mempunyai semua itu? Mengapa ada yang merasa sakit dalam diriku jika yang aku pikir tidak menjadi kenyataan? Mengapa ada yang merasa sakit di dalam diriku jika dalam kenyataannya aku tidak sepintar yang aku kira, tidak sebaik yang aku kira, tidak sekuat yang aku kira tidak setaat dalam agama seperti yang aku inginkan dan sebagainya. Mengapa ada yang merasa sedih di dalam diriku jika aku tidak memiliki apa yang aku inginkan? Mengapa ada sesuatu dalam diriku yang sering menginginkan sesuatu yang bukan hakku? Siapakah aku ini sebenarnya? Untuk apa aku mengalami semua ini? Apakah tujuan di balik ini semua? Kemanakah aku akan pergi dalam perjalanan ini? Mengapa perjalananku aku rasa begitu berat dan susah?

 

Dalam menjalani perjalanan hidup ini, sebaiknya kita membuang barang-barang yang mengganduli kita. Semakin enteng pundak kita, semakin kita bisa menikmati perjalanan ini. Semua barang-barang itu bukan punya kita. Hidup ini bukan milik kita. Badan ini bukan milik kita. Pekerjaan kita bukan milik kita. Suami/istri kita bukan milik kita. Harta kita bukan milik kita. Semakin besar keterikatan dengan barang-barang tersebut, semakin berat perjalanan hidup ini. Intinya adalah keterikatan. Lepaskan keterikatan itu. Kembalikan barang-barang tersebut kepada tempatnya. Gunakan seperlunya, jangan gunakan lebih daripada yang seharusnya.

 

Sesungguhnya hidup ini adalah perdagangan yang adil. Kita menerima apa yang telah kita usahakan. Jika kita menanam buah, maka buah lah yang akan kita petik. Jika kita menebar racun, maka racun pun yang akan kita dapatkan, lengkap dengan bunganya. Jika kita berlaku curang maka kecurangan itu akan datang kembali kepada kita, baik saat ini maupun nanti, beserta bunganya. Maka, sebelum memulai perjalanan, bayarlah hutang-hutang kita terlebih dahulu. Kita semua punya hutang, hutang kepada teman, hutang kepada orang tua, hutang kepada anak, hutang kepada orang yang kita temui dalam perjalanan kita. Jika hutang-hutang ini tidak dibayar, maka kita akan menerimanya kembali di kemudian hari berikut bunganya. Dan hutang-hutang ini akan memberati perjalanan kita.

 

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang kita tanyakan dalam menjalani perjalanan hidup ini. Dalam usaha kita untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini kita melakukan pencarian. Dalam pencarian ini kita berusaha untuk menemukan apa yang kita cari. Banyak orang melakukan usaha yang bermacam-macam dalam pencarian ini. Ada yang pergi ke dukun, pergi ke orang pintar, ada yang baca buku, ada yang bertanya ke orang soleh.

 

Di dalam perjalanan hidup ini, kita sering bertemu dengan sesama pejalan hidup. Dalam pertemuan ini kita saling berbagi cerita dan pengalaman. Ada beberapa pejalan yang berjalan di jalan yang enak, ada juga yang berjalan di jalan yang bolong-bolong. Hanya sedikit yang memilih jalanan yang enak dan mulus lurus, kebanyakan pejalan memilih jalanan yang penuh lubang, banyak kubangan dan berkelok-kelok.

 

Pejalan hidup yang berada di jalan yang enak dan mulus lurus sering berkata, “Kenali dirimu, maka engkau akan mengenalNya”. Semua yang kita butuhkan dalam perjalanan ini berada di dalam diri ini. Banyak sekali yang mencoba mencari di luar, namun tidak ketemu, karena sebenarnya apa yang kita cari ada di dalam diri, bukan di luar.

 

Ada cerita yang mengkisahkan hal serupa. Cerita ini sudah sangat terkenal di kalangan pejalan ke dalam diri. Kisah ini mengisahkan si Fulan yang sedang kebingungan mencari kunci rumah. Dia mencari kunci rumahnya karena dia tidak bisa masuk ke dalam rumahnya sendiri. Dia mencari kunci rumah tersebut di halaman rumahnya yang besar dan diliputi oleh rumput-rumput dan ilalang lebat. Setelah satu jam mencari, belum ketemu juga, kemudian ada tetangganya lewat.

 

Tetangganya: “Hey Fulan, kau sedang mencari apa?”

Fulan pun menjawab: “Aku sedang mencari kunci rumahku. Aku tidak bisa masuk tanpa kunci itu. Maukah kau membantuku mencarinya?”

 

Tetangganya pun turut membantu Fulan mencari kunci rumahnya di halaman depan. Mereka mencari-cari di bawah batu, di sela-sela rumput dan ilalang. Berjam-jam mereka telah mencari tapi tidak ketemu-temu. Tetangga-tetangga yang lain pun pada ikut membantu. Seratus orang akhirnya ikut membantu tapi setelah seharian mencari kunci rumah itu tidak lah ketemu. Sampai salah seorang pejalan kaki yang kebetulan sedang lewat dan melihat orang-orang beramai-ramai mencari kunci rumah bertanya:

 

“Hey Fulan, apakah kau sudah mencari kunci rumah itu di dalam bajumu sendiri?”

 

Ketika si Fulan merogoh kantung saku bajunya, dia pun menemukan kunci rumahnya disana.

 

Pesan dari cerita ini adalah jika engkau mencari ke dalam diri, maka engkau akan menemukannya. Jika engkau mencari ke luar dirimu, maka engkau tidak akan menemukannya.

Spread the love