0%

Ramadhan Ala Indonesia di Belanda

Tidak terasa Ramadhan sudah memasuki hari terakhir. Hanya dalam hitungan jam kita akan segera berpisah dengan bulan penuh berkah ini. Setiap Ramadhan selalu ada momen istimewa dan juga hikmah yang saya dapatkan. Demikian pula dengan Ramadhan kali ini. Ini adalah tahun kedua saya menjalani puasa Ramadhan di kota Groningen, sebuah kota kecil di utara Belanda. Menjalani ibadah puasa di negeri orang dan jauh dari keluarga tentunya adalah suatu tantangan besar. Apalagi dua tahun terakhir di sini, Ramadhan bertepatan dengan musim panas yang waktu siangnya lebih lama.

Ya, di sini saya harus berpuasa selama hampir 18 jam. Waktu imsak/Subuh berkisar antara jam 03.30-04.00 pagi, sedangkan waktu berbuka adalah sekitar jam 21.30 malam. Setelah berbuka saya masih harus menunggu waktu Isya untuk shalat tarawih dan baru selesai sekitar jam 12 malam. Praktis hanya ada waktu sekitar 3 jam antara Isya dan Subuh. Karena waktu malam yang singkat ini, di minggu pertama Ramadhan saya lebih sering menunggu waktu Subuh tanpa tidur dulu karena khawatir kebablasan dan telat sahur. Namun setelah memasuki minggu kedua, saya jadi lebih terbiasa untuk mengatur jam tidur.

Menjalani Ramadhan di Belanda mengajarkan kepada saya untuk lebih menghargai waktu dan juga lebih bersyukur atas keluangan waktu yang saya dapatkan selama ini. Saya pun sadar bahwa seberat apapun puasa di sini tidaklah seberapa jika dibandingkan negara-negara eropa di bagian utara, seperti Finlandia. Tahun ini saudara-saudara kita di Finlandia harus menjalankan puasanya selama hampir 20 jam dari mulai 3.30 pagi hingga pukul 11.30 malam. Mudah-mudahan muslim di sana diberikan kekuatan untuk bisa menjalani Ramadhan dengan sempurna.

Tetap Bertahan di Tengah Godaan

Bagi teman-teman saya yang baru pertama kali menjalani Ramadhan di Belanda atau negara eropa lainnya tentu tidaklah mudah. Bukan hanya karena harus menahan lapar dan haus lebih lama, tetapi juga karena lingkungan sekitar yang tidak mendukung. Jangan bayangkan atmosfir Ramadhan di sini sama seperti di Indonesia. Di sini tidak ada suara adzhan magrib yang bersahutan di mesjid-mesjid. Tidak  ada lantunan tadarus lewat pengeras suara saat menjelang berbuka. Tidak ada lagi suara teriakan atau suara pentungan yang membangunkan orang untuk sahur.

Di Belanda yang muslimnya minoritas, banyak sekali tantangan dan godaan selama puasa yang menuntut kita untuk memiliki kesabaran yang luar biasa. Rumah makan tetap buka di siang hari, orang–orang tetap makan dan minum seperti biasa. Banyak dari mereka bahkan tidak tahu dan tidak peduli jika kita sedang berpuasa. Tantangan lain puasa di musim panas terutama bagi para pria adalah bertebarannya kaum wanita dengan pakaian yang sangat ‘terbuka’ baik itu di jalan-jalan ataupun di tempat bekerja. Saya pun harus lebih bisa menjaga hati dan pandangan agar godaan tersebut tidak membatalkan atau mengurangi pahala puasa.

Menemukan Keluarga Kedua

Di tengah beratnya ujian puasa di Groningen, saya bersyukur karena saya tidak menjalaninya sendirian. Muslim yang tinggal di sini cukup banyak, mayoritas berasal dari Turki, Maroko, Pakistan, dan Arab Saudi yang jumlahnya lebih dari 400 orang. Muslim dari Indonesia sendiri ada sekitar 100 orang. Komunitas muslim Indonesia di Groningen di kenal dengan nama deGromiest (de Groningen Indonesian Moslem Society). Komunitas muslim yang didirikan tahun 2001 ini terdiri dari para mahasiswa, pekerja, dan juga muslim Indonesia yang sudah lama menetap di Groningen.

Bersama dengan deGromiest saya merasakan kekeluargaan dan kehangatan yang luar biasa. Di luar kegiatan kantor saya bisa berkumpul, berinteraksi, belajar, serta berbagi ilmu dan pengalaman bersama mereka. Kebersamaan dan persaudaraan inilah yang membuat saya merasa tidak sendiri menjalani Ramadhan di sini. Tidaklah berlebihan jika saya mengatakan bahwa Degromiest adalah keluarga kedua bagi saya. Keluarga yang selalu mengingatkan ketika saya lalai dan lupa. Keluarga yang selalu memberikan semangat saat sedang ditimpa kesulitan. Keluarga yang mengajarkan untuk senantiasa istiqomah dan berpegang teguh dalam menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim meski tinggal di negeri yang muslimnya minoritas.

Keluarga deGromiest Belanda

Keluarga deGromiest Belanda

Menghidupkan Suasana Ramadhan

Untuk menciptakan atmosfir Ramadhan yang kondusif, deGromiest mengadakan berbagai kegiatan spesial bulan Ramadhan yang diberi nama Gebyar Ramadhan Groningen. Koordinator Kegiatan Ramadhan deGromiest, Habiburrahman Zulfikri, mengatakan bahwa diharapkan dengan kegiatan ini selain bisa menghidupkan suasana Ramadhan juga bisa meningkatkan ukhuwah antar sesama muslim yang tinggal di Groningen.

Salah satu kegiatan rutin deGromiest adalah tadarus atau membaca Alquran bersama yang dilaksanakan tiga kali dalam sepekan setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Kegiatan tadarus ini dilaksanakan di rumah rekan-rekan muslim Indonesia secara bergiliran. Acara tadarus dimulai pukul 19.30 hingga menjelang berbuka, dilanjutkan dengan buka bersama dan sholat magrib berjamaah. Makanan untuk berbuka puasa juga disiapkan secara bergiliran oleh tuan rumah. Kebersamaan tadarus dan berbuka puasa ini juga turut diramaikan oleh beberapa rekan muslim yang berasal negara lain, seperti Mauritania dan Maroko.

Tadarus bersama menjelang berbuka puasa

Kegiatan rutin deGromiest lainnya adalah silaturahmi mingguan yang dilaksanakan setiap hari Sabtu sore selama bulan Ramadhan. Acara diawali dengan ceramah atau taushiyah, dilanjutkan dengan obrolan santai, lalu diakhiri dengan buka puasa bersama dan sholat magrib berjamaah. Hampir setiap minggunya silaturahmi ini dihadiri oleh sekitar 50 muslim Indonesia. Momen silaturahmi ini adalah yang paling saya tunggu-tunggu, karena selain bisa berkumpul dengan teman-teman Indonesia lainnya, saya  juga bisa  menikmati makanan khas Indonesia. Berbagai menu khas Indonesia yang disediakan saat silaturahmi ini memang sangat beragam dari mulai menu untuk ta’jil seperti kolak, es buah, bakwan, lumpia, molen, lemper, dan berbagai jenis kue. Tidak ketinggalan pula makanan berat khas Indonesia seperti soto, sop daging, opor ayam, rendang, tahu, tempe, dan lainnya. Suasana silaturahmi selalu berlangsung hangat dan meriah. Sesaat saya merasa seperti sedang berada di Indonesia. Ini adalah salah berkah Ramadan yang luar biasa.

Silaturahmi dan buka bersama deGromiest

Menu buka puasa khas Indonesia

Tim konsumsi yang sedang menyiapkan hidangan buka puasa

Menikmati hidangan buka puasa

Menikmati hidangan buka puasa

Selain mengadakan silaturahmi, selama bulan Ramadhan ini degromiest juga bekerja sama dengan komunitas Radio Pengajian. Radio Pengajian adalah radio Islam online yang dikhususkan untuk Muslim Indonesia yang berada di berbagai penjuru dunia. Radio ini dapat didengarkan melalui situs http://radiopengajian.com/.  Salah satu materi pengajian online yang paling ditunggu di bulan Ramadhan ini adalah sharing pengalaman tentang berpuasa dari teman-teman muslim di berbagai negara.

Memasuki akhir bulan Ramadhan deGromiest dan Galiro (Gerakan Lima Euro) mengkoordinir dan melayani pembayaran zakat firah, zakat mal, fidyah, dan infaq Ramadhan. Seluruh zakat dan infaq yang terkumpul dikirimkan ke Rumah Zakat Indonesia (http://rumahzakat.org) untuk disalurkan kepada para penerima zakat/mustahiq di tanah air. Alhamdulillah, berkat adanya program zakat ini, saya dan teman-teman di sini bisa membayar zakat dan berbagi kepada saudara-saudara kita di tanah air.

Bulan Ramadhan ini juga menjadi momen untuk menjalin silaturahmi dengan muslim yang berasal dari negara lain. Di saat tidak ada kegiatan tadarus, rekan-rekan deGromiest biasanya melaksanakan buka puasa bersama di mesjid. Mesjid yang paling sering dikunjungi adalah mesjid Maroko. Setiap hari selama Ramadhan di mesjid ini disediakan ta’jil dan juga makanan berat untuk berbuka puasa . Buka puasa di sini biasanya diawali dengan kurma dan air putih, lalu sholat magrib berjamaah, dilanjutkan dengan makanan berat yang terdiri dari sup daging, roti, dan menu khas Maroko dengan porsi yang sangat besar. Yang unik dari buka puasa di mesjid Maroko ini adalah dari cara makannya. Semua hidangan disediakan dalam satu piring besar dan di makan secara bersama-sama oleh 4-5 orang. Mungkin cara ini dilakukan untuk lebih meningkatkan rasa kebersamaan saat berbuka.

Itulah sedikit gambaran mengenai suasana Ramadhan di Groningen. Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa saya ambil di sini. Menjalankan puasa Ramadhan jauh dari keluarga dan saudara mengajarkan saya tentang arti kebersamaan dan indahnya persaudaraan. Saya merasa beruntung karena telah dipertemukan dengan saudara-saudara muslim di sini yang begitu hangat dan bersahabat. Saya berharap kebersamaan di bulan Ramadhan ini juga bisa saya rasakan di bulan-bulan lainnya.  Benar sekali apa yang disampaikan oleh Rasullulah SAW dalam haditsnya:

Seandainya saja umatku tahu tentang keutamaan dan kelebihan Bulan Ramadhan, maka mereka akan menginginkan Ramadhan sepanjang tahun (Hadits).

Mudah-mudahan Allah memberikan kesempatan bagi saya dan kita semua untuk bertemu kembali dengan Ramadhan serta merasakan keberkahannya.

Groningen, 29 Ramadhan 1433 H

Irfan Prabudiansyah

Photo: Miftahul Ilmi

http://luar-negeri.kompasiana.com/2012/08/18/ramadhan-ala-indonesia-di-belanda/

Spread the love
        
  
Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.