0%

It’s as Simple as One, Two, Three…

Ayo…. kita ikuti salah satu petualangan seorang Penegak Hukum yang terkenal dengan Quantum Electrodynamicnya.

Kali ini kita akan melihat bagaimana keingintahuan sang maestro pada cara berhitung mengantarkannya pada sebuah karya (yang menurut saya) ilmiah dan bisa jadi tesis buat rekan-rekan master malah, namun bagi dia adalah cuman sebuah permainan sik-asik…

Mudah-mudahan translate ini memberikan secuil inspirasi pada kita-kita semua, berpikir ilmiah tidaklah sulit, pada akhirnya fisika memang bukan sesuatu yang musti ditakuti 🙂

It’s as Simple as One, Two, Three…

*taken from Richard P. Feynman “What Do You Care What Other People Think?”
Dialihbahasakan oleh Febdian Rusydi (www.febdian.com), Mei 2004

feynman06.jpg

Ketika saya dibesarkan di Far Rockaway, saya punya seorang teman bernama Bernie Walker. Kami berdua punya “labor” di rumah, dan kami melakukan berbagai macam “eksperiment”. Suatu waktu, kami sedang terlibat diskusi – saat itu kami sekitar sebelas atau duabelas tahun – dan saya berkata “Tapi berpikir itu tiada lain tiada bukan selain berbicara pada dirimu sendiri”.

“Oh ya?” jawab Bernie. “Apakah kamu tahu bentuk dari poros dalam sebuah mobil?”

“Ya, kenapa rupanya?”

“Bagus. Sekarang, katakan pada saya: bagaimana kamu mendeskripsikannya ketika kamu sedang bicara pada dirimu sendiri?”.

Jadi saya belajar dari Bernie bahwa berpikir juga bisa visual sebagaimana bicara.

Selanjutnya, ketika kuliah, saya tertarik pada mimpi. Saya bertanya-tanya bagaimana sesuatu dapat terlihat begitu nyata, seperti halnya cahaya jatuh ke retina mata, sementara mata sedang tertutup: apakah sel-sel syaraf pada retina benar2 terangsang oleh suatu cara – mungkin oleh otak itu sendiri – atau apakah otak memiliki sebuah “departemen kehakiman” yang berkeliaran selama mimpi berlangsung? Saya tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan seperti itu dari psikologi, sekalipun saya menjadi sangat tertarik pada “bagaimana otak bekerja”. Namun, banyak sekali bisnis tentang penafsiran mimpi, dan seterusnya. (1)


(1) Saya pikir, maksud Feynman adalah: dia tidak pernah mendapatkan jawaban memuaskan walau dia sendiri sudah melakukan pencarian lewat mempelajari kerja otak. Dia juga tertarik pada bagaimana para cenayang penafsir mimpi bekerja, tapi kemudian dia tahu semua adalah bohong. Cerita tentang Feynman dan mimpi dibahas juga pada “Surely You’re Joking, Mr. Feynman”, spesifik dibahas malah pada bab “Altered State” (dunia yang lain).
—-

Ketika saya lulus dari Princenton University, sebuah paper (yang saya pikir bodoh) diterbitkan dan memicu banyak diskusi. Penulisnya memutuskan bahwa sesuatu yang mengontrok time sense (2) dalam otak adalah reaksi kimia yang melibatkan besi. Pikir saya, “Sekarang, bagaimana orang ini dapat berpikir demikian?”

—-
(2) Time sense bisa diartikan perasaan kita menyangkut hitungan waktu.
—-

Baiklah, cara yang dia lakukan adalah, istrinya terserang panas kronik dimana suhu badannya sering naik-turun. Entah bagaimana dia dapat ide untuk menguji time sense istrinya. Dia meminta istrinya untuk menghitung per detik (tanpa melihat jam), dan dia cek berapa lama istrinya menghitung sampai 60. dia meminta wanita yang malang itu untuk berhitung sepanjang hari: ketika panas turun, dia menghitung lebih lambat. Oleh karena itu, dia berpikir sesuatu yang mengatur time sense dalam otak pastilah berjalan cepat ketika panas istrinya sedang naik, dan sebaliknya melambat ketika panasnya turun.

Sedang menjadi seorang yang sangat saintifik, psikologis ini tahu bahwa laju reaksi kima bervariasi terhadap temperature sekitarnya oleh sebuah formula tertentu yang tergantung pada energi reaksi. Dia ukur perbedaan dalam kecepatan istrinya berhitung, dan menentukan berapa banyak temperature mengubah kecepatan itu. Lalu dia mencoba untuk mencari sebuah reaksi kimia yang lajunya bervariasi terhadap temperatur ang sama saat istrinya berhitung. Dia menemukan bahwa reaksi besi adalah yang paling cocok dengan pola ini. Jadi dia menarik kesimpulan bahwa time sense istrinya diaturh oleh reaksi kimia dalam badan yang melibatkan besi.

Hmm… ini semua terlihat omong kosong bagi saya – ada begitu banyak hal yang bisa salah dalam rantai alasan yang dia buat. Tapi, ada sebuah pertanyaan yang sangat menarik: apakah yang menentukan time sense? Ketika kamu sedang mencoba berhitung pada laju rata-rata, terhadap apa laju ini bervariasi (dengan kata klain: laju ini tergantung besaran fisis apa) ? Dan apa yang bisa kamu lakukan untuk merubah ini?

Saya memutuskan untuk menyeledikinya. Saya mulai dengan berhitung per detik – tanpa melihat jam tentunya – sampai 60 dalam ritme yang lambat tapi stabil: 1, 2, 3 ,4 ,5 … Ketika mencapai 60, saya cek waktu ternyata 48 detik, tapi itu tidak menganggu saya: masalahnya bukan menghitung tepat 1 menit, tapi menghitung laju standard. Selanjutnya saya berhitung sampai 60, 49 detik berlalu. Selanjutnya 48, lalu 47, 48, 49, 48, 48, …. Jadi saya temukan saya dapat berhtiung dengan standar yang cukup bagus.

Sekarang, jika saya cuma duduk saja tanpa menghitung, dan menunggu sampai saya pikir sudah 1 menit berlalu, hasilnya sangat tidak pasti – variasi sangat komplet. Jadi saya temukan perkiraan dugaan menentukan 1 menit sangat payah. Tapi dengan berhitung, saya dapat lakukan sangat akurat.

Sekarang bahwa saya tahu saya dapat berhitung dengan lanju standard, pertanyaan selanjutnya adalah – apakah yang mempengaruhi laju tersebut?

Mungkin ini ada kaitannya dengan laju jantung berdetak. Jadi saya mulai berlari naik-turun tangga untuk membuat jantung saya berdetak lebih cepat. Lalu saya masuk ke ruangan saya, membuang diri ke tempat tidur, dan mulai berhitung sampai 60.

Saya juga mencoba berlari naik-turun tangga dan menghitung ketika sedang berlari.

Orang-orang melihat saya berlari naik-turun, dan mereka tertawa. “Kamu lagi ngapain sih?

Saya tidak bisa jawab mereka – yang membuat saya sadar bahwa saya tidak bisa berbicara ketika saya berhitung dalam hati – dan tetap berlari naik-turun tangga, pokoknya terlihat seperti seorang idiot.

(Para mahasiwa graduate sudah terbiasa dengan saya yang terlihat idiot. Pernah, contohnya, seorang rekan datang ke ruangan saya – saya lupa mengunci pintu selama melakukan “eksperimen” – dan menemukan saya duduk dikursi memakai jaket domba tebal, mencondongkan badan keluar jendela yang terbuka ditengah musim dingin, memegang pot dan tangan lainnya mengaduk pot tersebut. “Jangan ganggu saya, jangan ganggu saya”, kata saya. Saya sedang mengaduk Jell-O dan mengamatinya secara cermat: saya lagi penasaran apakah Jell-O akan membeku dalam dingin jika kamu tetap menggerakkannya setiap waktu.)

Baiklah, setelah mencoba setiap kombinasi berlari naik-turun tangga dan berbaring di tempat tidur, hasilnya mengejutkan! Laju detak jantung tidak berpengaruh. Dan karena saya kepanasan setelah berlari naik-turun tungga, saya berpikir temperatur juga tidak ada hubungan dengan laju standar berhitung (walaupun saya harus sudah tahu bahwa temperatur tidak akan terlalu naik tinggi saat berolahraga). Kenyataannya, saya tidak mendapatkan apapun yang mempengaruhi laju berhitung saya.

Lari naik-turun tangga cukup membosankan, jadi saya mulai berhitung sementara saya mengeluarkan cucian, saya harus mengisi formulir menyebutkan berapa banyak baju yang saya punya, celana, dan selanjutnya. Saya dapati saya menjawab “3” di depan “celana”, atau “4” di depan “baju”, tapi saya tidak dapat menghitung kaos kaki. Mereka terlalu banyak: saya sudah dan sedang menggunakan mesin berhitung saya! – 36, 37, 38, – dan ini semua adalah kaos kaki di depan saya – 39, 40, 41,… Bagaimana saya menghitung mereka?

Saya dapati saya dapat mengatur mereka dalam pola geometric – seperti bujur sangkar, contohnya: sepasang kaos kaki di sudut ini, sepasang di sudut sana, sepasang di sini, dan sepasang di sana, 8 kaos kaki.

Saya lanjutkan permainan menghitung dengan pola ini, dan saya temukan saya dapat menghitung jumlah baris artikel dalam surat kabar dengan mengelompokkan baris-baris itu ke dalam pola 3, 3, 3, dan 1 untuk mendapatkan jumlah 10; lalu 3 dari pola itu, 3 dari pola satu lagi, 3 dari pola satu laginya lagi, dan 1 pola terakhir untuk membuat 100. Saya baca koran seperti itu. Setelah selesai menghitung sampai 60, saya tahu di mana saya berada berdasarkan pola yang saya buat dan dapat berkata, “Saya ada pada hitungan 60, dan ada 113 baris yang sudah saya lewati”. Saya temukan saya malah dapat membaca artikel sementara saya berhitung sampai 60, dan ini tidak mempengaruhi laju berhitung saya! Kenyataannya, saya dapat lakukan apa saja sementara berhitung dalam hati – kecuali selagi berbicara keras tentunya.

Bagaimana dengan menulis – menyalin kata-kata dari buku? Saya dapati bahwa saya dapat melakukannya juga, tapi disini waktu saa terpengaruh. Saya sangat gembira: akhirnya, saya sudah temukan sesuatu yang terlihat mempengaruhi laju hitungan saya! Saya menyelediki lebih lanjut.

Saya lanjutkan terus, mengetik kata-kata sederhana lebih cepat, berhitung dalam hati 19, 20, 21, terus mengetik, berhitung 27, 28, 29, terus mengetik, sampai –apaan nich kata yang saya ketik? – oh ya – dan lalu lanjut berhitung 30, 31, 32, dan seterusnya. Ketika saya sampai pada 60, saya telat (dari laju standar saya).

Setelah beberapa instropeksi dan pengamatan lebih jauh, saya menyadari apa yang sudah (musti) terjadi: saya menginterupsi hitungan saya ketika saya mengetik kata-kata susah yang “butuh sedikit otak” untuk mengatakannya. Laju berhitung saya tidak melambat; namun proses berhitung sendiri tertahan sementara dari waktu ke waktu. Berhitung sampai 60 pada akhirnya menjadi otomatis yang saya bahkan tidak menyadari interupsi yang terjadi pada pertama kalinya.

Pagi berikutnya, setelah sarapan pagi, saya laporkan hasil tersebut pada beberapa teman di meja makan. Saya katakan pada mereka semua hal yang bisa saya lakukan sementara berhitung dalam hati, dan satu-satunya yang saya gak bisa lakukan selagi berhitung dalam hati adalah berbicara.

Salah seorang dari mereka, bernama John Tukey, berkata, “Saya tidak percaya kamu bisa membaca, dan saya tidak melihat kenapa kamu tidak dapat bicara. Saya bertaruh kamu bisa bicara ketika berhitung dalam hati, dan saya bertaruh kamu tidak bisa membaca”.

Jadi saya berikan demonstrasi: mereka memberi saya buku dan saya membaca dan jua berhitung dalam hati. Ketika sudah mencapai 60, saya berkata, “Sekarang!” – 48 detik, waktu regular saya – waktu yang biasa saya butuhkan untuk mencapai hitungan ke-60. lalu saya katakana pada mereka apa yang sudah saya baca.

Tukey terpesona. Berikutnya giliran Tukey. Setelah mengecek beberapa kali laju standar berhitungnya, dia mulai bicara, “Mary had a little lamb; I can say anything I want to, it doesn’t make any difference; I don’t know what’s bothering you” – bla blab la bla, and finally, “Oke!” Dia mencapai waktu regularnya! Saya tidak bisa percaya!

Kami bicarakan mengenai hal tersebut, dan kami menemukan sesuatu menarik. Ternyata Tukey berhitung dengan cara yang lain: dia membayangkan sebuah tape (3) dengan angka-angka pada tape tersebut berjalan. Dia mengatakan, “Mary had a little lamb” dan dia melihat tape tersebut! Sekarang jelas, dia “melihat” pada tapenya yang terus berjalan, jadi dia tidak bisa membaca, dan saya “berbicara” dalam hati ketika berhitung, jadi saya tidak bisa bicara.

—-
(3) Saya rasa tape di sini adalah seperti gulungan pita film yang berputar pada rolnya dan kita bisa “berhitung” dengan melihat pita itu berputar dengan ritme tertentu.
—-

Setelah penemuan itu, saya mencoba memikirkan sebua cara untuk membaca keras sementara juga berhitung – sesuatu yang tidak bisa kami lakukan. Saya pikir saya harus memakai bagian dari otak saya yang tidak akan menganggu dengan department melihat atau berbicara, jadi saya putuskan memakai jari-jemari saya, karena hanya melibatkan sense of touch.

Saya sukses dengan cepat dalam berhitung dengan jari dan membaca dengan keras. Tapi saya inginkan semua proses berlangsung dalam batin saya, tidak melibatkan aktifitas secara fisik. Jadi saya coba membayangkan jari-jemari saya bergerak sementara saya membaca keras.

Saya tidak pernah berhasil. Saya pikir bahwa ini disebabkan bukan karena saya kurang berlatih, tapi ini mungkin sesuatu yang tidak mungkin: saya tidak akan pernah menemui orang yang dapat melakukannya.

Dari pengalaman Tukey dan saya menemukan bahwa: apa yang berlangsung pada kepala berlainan orang ketika mereka berpikir mereka sedang melakukan hal yang sama – sesuatu yang sesederhana berhitung – adalah berbeda pada setiap orang (4). Dan kami temukan bahwa kamu, secara eksternal dan objektif, dapat mengetes bagaimana otak bekerja: kamu tidak perlu bertanya pada orang bagaimana dia menghitung dan mempercayai pengamatannya sendiri; sebaliknya, kamu mengamati apa yang dia bisa dan tidak bisa lakukan ketika dia berhitung. Tes ini absolute. Tidak ada cara lain yang mengalahkannya, tidak ada cara untuk memalsukannya.

—-
(4) Dengan kata lain: si A dan si B sedang memikirkan hal yang sama, – misal: berhitung dalam hati – namun kenyataannya dalam pikiran A dan B terjadi proses yang bisa jadi bertolak belakang.
—-

Ini alamiah untuk menjelaskan sebuah ide dalam kerangka apa yang kamu sudah punya dalam pikiranmu. Konsep-konsep bertumpuk di atas konsep yang lain: ide ini diajarkan dalam keranga ide itu, dan ide itu diajarkan dalam kerangka ide yang lain, yang datang dari berhitung, dapat dapat begitu berbeda untuk setiap orang.

Saya sering berpikir tentang hal tersebut, terutama ketika saya sedang mengajarkan beberapa teknik esoterik (5) seperti Integral Fungsi Bessel (6). Ketika saya lihat persamaan itu, saya melihat tulisannya bewarna – saya gak tahu kenapa. Selagi berbicara, saya melihat samar-samar gambar dari Fungsi Bessel itu dari buku Jahnke dan Emde, dengan j coklat terang, n violet kebiru-biruan, dan x coklat gelap terbang sekeliling saya. Dan saya bertanya-tanya cem mana rupanya mahasiswa saya melihat hal yang sama?

—-
(5) Saya gak tau apakah ini bahasa Indonesia atau bukan. Kata aslinya esoteric yang artinya hal-hal yang Cuma diketahui beberapa orang saja.
(6) Fungsi Bessel adalah sebuah fungsi matematika yang sering dipakai fisikawan untuk memecahkan solusi fungsi gelombang dari persamaan Schrodinger untuk spherical coordinate, dimana j(x) dan n(x) adalah parameter untuk gelombang sinusoidal tersebut.

Spread the love
        
  
Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.